Pasukan Hantu Maut bukanlah makhluk halus dari alam lain yang membuat
bulu kuduk merinding. Pasukan Hantu Maut adalah pasukan gerilyawan
Republik Indonesia yang berasal dari pemuda kampung Pujokusuman,
Brontokusuman, Prawirotaman dan Karang Kajen Yogyakarta. Pasukan ini
ditugaskan untuk melawan pasukan NICA Belanda di Yogyakarta pada waktu
Clash II (Agresi Militer Belanda kedua).
Mungkin tidak banyak orang tahu Ndalem Pujokusuman adalah bekas markas
perang. Kebanyakan orang hanya tahu bahwa Ndalem Pujokusaman adalah
tempat berlatih tari.
Berawal dari semangat juang 30 orang pemuda Pujokusuman yang bersepakat
dan berikrar, jika sampai Belanda masuk dan menduduki kota Yogyakarta
mereka bersama-sama akan keluar kampung Pujokusuman untuk membentuk
pasukan guna melawan dan mangusir penjajah Belanda. GBPH Poedjokoesoemo
yang merupakan putra Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, akhirnya membentuk
Pasukan Hantu Maut.
Pasukan Hantu Maut ini dibentuk setelah Tentara Nasional Indonesia (TNI)
mengadakan serangan ke kota Yogyakarta yang kedua pada tanggal 9
Januari 1949. Hantu Maut sendiri berarti pasukan perlawanan sebagai
hantu yang akan memberi dan menyebarkan maut bagi tentara pendudukan
Belanda.
Pasukan Hantu Maut ini awalnya bernamakan pasukan gerilya Samber Gelap
dengan modal tujuh pucuk senjata yang merupakan hasil rampasan ketika
rakyat Yogyakarta melucuti senjata pasukan Jepang pada tanggal 7 Oktober
1948 di Kota Baru. Sebagian pemuda dari kampung Keparakan Lor dan
Keparakan Kidul turut bergabung ke dalam pasukan Samber Gelap. Anggota
pasukan Samber Gelap kemudian disebar masuk ke kota untuk mengambil dan
mencari senjata-senjata yang masih tertinggal di kota dan berhasil
mendapatkan 11 pucuk senjata.
Akhirnya pemuda-pemuda dari kampung Brontokusuman, Prawirotaman, dan
Karang Kajen mulai menggabungkan diri pada pasukan Samber Gelap. Dengan
bergabungnya pemuda-pemuda tersebut, maka dibuatlah kesepakatan untuk
mengganti nama pasukan yang berseragam kaos oblong hijau dan celana
putih itu menjadi Pasukan Hantu Maut.
Pada tanggal 29 Juni 1949, Pasukan Hantu Maut mendapat tugas untuk
menjaga keamanan dan ketertiban di sebelah utara rel kereta api (stasiun
Tugu) samapai batas kota sebelah utara. Setelah pemerintahan kembali
pada pemerintahan sipil, maka pasukan Hantu Maut yang dulunya yang telah
dimiliterisasi diberi kesempatan untuk kembali ke instansi, sekolah
atau bagi yang meneruskan ke pendidikan militer dan sudah lulus tes maka
akan ditempatkan di Batalion yang sudah ditentukan dan bagi yang tidak
lolos tes akan dikembalikan kepada masyarakat dengan surat penghargaan.
Perang sudah berakhir. Indonesia sudah mulai membangun dirinya lagi.
Kini, para mantan anggota pasukan Hantu Maut bersama pejuang-pejuang
lainnya mendirikan organisasi dengan nama Kerukunan Keluarga Pejuang Eks
SWK 101 WK III Yogyakarta. Organisasi ini bertujuan untuk mempererat
persaudaraan dan kekeluargaan untuk gotong royong, memikirkan para
anggotanya yang masih memerlukan bantuan.
sumber : http://forum.viva.co.id/sejarah/936283-sejarah-pasukan-hantu-maut-indonesia-pada-agresi-militer-di-yogyakarta.html